Kancil Menjadi Hakim Bagian I

Pada Jaman dalulu ada sebuah desa yang penduduknya aman, tentram, makmur dan damai. Mereka bertani dan berternak, bagi yang bertani mereka menanam padi, sayuran dan buah-buahan, bila musim panen hasilnya berlimpah, bukan hanya cukup untuk makan sekali musim, bisa juga selebihnya dijual dan begitu seterusnya.
Bagi yang berternak, mereka memelihara kerbau, setiap tahunnya kerbau mereka beranak, bila sedang musim tanam kerbau-kerbau dipelihara didalam kandang, makananya diambilaknn, diberi air minum dan dimandikan disungai, akan tetapi bila musim panen sudah selesai kerbau-kerbau mereka dilepas dibiarkan mencari makan sendiri, 1 kali atau 2 kali dalam seminggu kerbau mereka ditangkap dan dibawa pulang pertanda kecintaan mereka kepada peliharaannya, besoknya dilepas lagi begitu seterusnya.
Kerbau-kerbau tersebut dipelihara oleh Pak Amin dan Pak Ambar, Kerbau betina dipelihara oleh oleh Pak Amin, Pak Amin orangnya jujur, pendiam dan ramah, kerbaunya baru saja beranak. Kerbau jantan dipelihara oleh Pak Ambar, Pak Ambar orangnya bandel, badanya kekar, kuat, berani dan melawan, makanya sulit diatur.
Pak Ambar mengaku banwah kerbau yang beranak adalah kerbau dia, sehingga timbulah pertengkaran, karena pertengkaran tidak selesai maka diadakanlah sidang dibalai desa, yang dihadiri oleh kepala desa, tokoh masyarakat dan aparat desa, akan tetapi Pak Ambar tetap saja tidak mau mengalah.


Disela-sela sidang yang sedang berlangsung, munculah seekor kancil yang melompat-lompat keluar dari semak belukar dipinggiran desa, lalu berhenti didepan balai desa, dia duduk sambil menjilat-jilati bulunya yang kusut.
Yang pertama melihat kancil itu adalah Pak Ambar yang punya kerbau jantan, lalu dia berkata ; hei kancil dari mana saja kau ini, kancil belum menjawab dia masih saja menjilat-jilati bulunya, Pak Ambar berkata lagi ; tangkap kancil itu, potong, bikin sayur, sabar Pak sabar 'jawab kancil', saya ini kurang enak badan, badan saya lesu dan saya mengantuk, semalaman saya tidak tidur, saya nungguin Bapak beranak, hei kancil apa kau ini sudah gila mana ada bapak beranak yang beranak itu Ibu, kan Bapak kau itu laki-laki kata pak Ambar.
Ohh.. kalau begitu kenapa Pak Ambar mengakui kerbau Bapak yang beranak? sedangkan kerbau Bapak jantan (laki-laki).
Mendengar pernyataan kancil Pak Ambar bagaikan disambar petir disiang bolong, seolah-olah darahnya berhenti mengalir, mukanya pucat dan malu.
Persidanag putus yang berhak atas anak kerbau itu adalah Pak Amin.

Para pembaca cerita ini kita harus sadar kekuatan, kegagahan, tidak pernah akan mengalahkan kebenaran.
SEKIAN